BAB 1
PENDAHULUAN
Isu
global telah membawa bangsa Indonesia harus dan mau untuk bisa melakukan upaya
yang maksimal dalam mencegah dan menjaga hingga pada upaya penindakan yang
berskala besar. Salah satu isu global yang paling diperhatikan oleh di
pergaulan dunia internasional adalah masalah lingkungan hidup. Salah satu
komponen yang termasuk di dalamnya adalah hutan. Alasan isu ini menjadi begitu
penting dan segera harus ditangani dengan serius terutama oleh Negara – Negara
yang masih memiliki sumber data hutan yang luas adalah dampak yang ditimbulkan
terhadap umat manusia seluruh dunia. Dampaknya, ada yang terasa secara
langsung juga secara tidak langsung.
Berdasarkan
data tahun 1985, Indonesia bersama - sama dengan Brasil dan Zaire mempunyai
luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia. Indonesia sendiri
mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar di asia dan nomor
tiga di dunia. ( Kantor Men. KLH, 1990 : 25-27 ).
Sejak
akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan alam sebagai penopang
pembangunan ekonomi nasional, dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem
yang dominan dalam memanfaatkan hasil hutan dari hutan alam. Tata Guna Hutan
Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) digunakan
untuk merancang dan mengendalikan pembangunan HPH, HTI dan perkebunan, terutama
perkebunan besar, agar dapat meminimumkan dampak negatif terhadap lingkungan
dengan cara sesedikit mungkin mengkonversi hutan alam. Namun yang terjadi malah
sebaliknya, proses penataan ruang di daerah, yang dimulai dari penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota (RTRWK), justru mempercepat alih fungsi hutan di bawah wilayah
di Tanah Air. Menurut evaluasi Greenomics Indonesia periode tahun 2003-2007
terhadap proses RTRWP dan RTRWK di Pulau Sumatera dan Kalimantan, tingkat
kesahihan produk RTRWP dan RTRWK secara umum dapat dikategorikan cukup rendah
karena data penentu kesahihan suatu produk RTRWP dan RTRWK sering tidak
terpenuhi.
Banyaknya muncul
pengalihan hutan dari hutan lindung menjadi hutan produksi maupun untuk areal
pemukiman oleh pemerintah daerah menjadikan hutan Indonesia semakin tidak
lestari dan menimbulkan berbagai masalah yang bersifat internasional. Salah
satu contoh adalah Kebakaran hutan di Indonesia yang kerap terjadi setiap tahun
akibat pengaruh alam pada musim kemarau atau pembakaran lahan untuk memperluas
dan membuka areal perkebunan baru khususnya di Sumatera dan Kalimantan.
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN SUMBER DAYA HUTAN
Menurut
www.answers.com. , hutan
diartikan sebagai 1. A dense growth of trees, plants, and underbrush covering a
large area. 2. Something that resembles a large, dense growth of trees. Dalam
bahasa Indonesia 1.Suatu pertumbuhan pohon tebal/padat, tumbuhan dan
belukar yang mencakup suatu area besar. 2. Sesuatu yang menyerupai suatu
pertumbuhan pohon besar, yang padat.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup
tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan
sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda
karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang
dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap
hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat,
yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan
tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang
berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan.
Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya),
serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak
terpisahkan dari hutan.
Hutan
sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu,
tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh
masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi
ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air,
penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang
lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia
air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal
ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman
B. FUNGSI DAN FORMASI HUTAN DI
INDONESIA
Indonesia
adalah salah satu negara yang memiliki hutan yang luas di dunia, berikut di
bawah ini adalah pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan yang ada di Negara
Kesatuan Republik Indonesia:
1. Hutan
bakau
2. Hutan
Sabana
3. Hutan Rawa
4. Hutan
Hujan tropis
Hutan bagi manusia mempunyai dua fungsi pokok, yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. yaitu sebagai berikut :
1.
Sebagai
fungsi ekologis, hutan menghisap karbon dari udara dan mengembalikan oksigen (
O2 ) kepada manusia. Hutan melakukan penyaringan udara yang kotor akibat
pencemaran kendaraan bermotor, pabrik - pabrik, usaha - usaha pertambangan,
aktivitas rumah tangga masyarakat, maka hilangnya hutan berarti bumi tidak
memiliki keseimbangan untuk mempertahankan keseimbangan atas tersedianya
oksigen yang sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup dalam melaksanakan proses
respirasi ( pernapasan ). Hal ini juga dapat mengakibatkan udara di bumi
menjadi semakin panas karena begitu banyaknya bahan pencemar yang menyelimuti
bumi dan mengurung hawa panas bumi untuk dipantulkan lagi ke bumi ( efek rumah
kaca ). hutan sebagai tempat hidup berbagai macam tumbuh - tumbuhan, hewan dan
jasad renik lainnya. semua bahan yang dimakan berasal dari flora dan fauna yang
plasma nutfahnya berkembang di hutan. semua obat yang menyembuhkan penyakit
berasal dari bahan hasil plasma nutfah hutan.
2.
Sebagai
fungsi ekonomis, manusia telah memanfaatkan hutan dari generasi ke generasi.
Pemanfaatan yang dikenal manusia dari hutan adalah pengambilan hasil hutan,
terutama kayu. Pengambilan mulai dari kayu ramin, meranti, ulin sampai dengan
kayu bakar dimanfaatkan manusia baik untuk keperluan sendiri ataupun sebagai
penghasil devisa negara. Bahkan bagi masyarakat tertentu hutan adalah seluruh
kehidupannya sebagai tempat tinggal dan tempat mencari nafkah.
Saat
ini pemerintah telah memberikan klasifikasi hutan terbagi / dibagi berdasarkan
fungsinya, yaitu :
1. Hutan Wisata adalah hutan yang digunakan untuk rekreasi oleh
masyarakat umum.
2. Hutan
Cadangan adalah hutan yang menyediakan berbagai plasma nutfah berupa flora dan
fauna yang merupakan kekayaan alam indonesia untuk menjadi kelestarian beberapa
spesies yang tergolong langka agar habitatnya tetap tersedia di dunia.
3. Hutan
Lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam
tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk
mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara
seperti C02 (karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat
dilindungi dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di
sekitar lereng dan bibir pantai.
4. Hutan
Produksi / Hutan Industri yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk
menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan
menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah
hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola
manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang
diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan
memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut
rusak.
C. PENYEBAB KERUSAKAN HUTAN DI
INDONESIA
Secara empiris kerusakan hutan di
Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
i. Kepentingan
Ekonomi
Dalam mengelola hutan kepentingan
ekonomi kelihatannya masih lebih dominan daripada memikirkan kepentingan
kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang berdimensi jangka panjang yaitu
kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses ini berjalan linear dengan
akselerasi perekonomian global dan pasar bebas. Pasar bebas pada umumnya
mendorong setiap negara mencari komposisi sumberdaya yang paling optimal dan
suatu spesialisasi produk ekspor. Negara yang kapabilitas teknologinya rendah
seperti Indonesia cenderung akan membasiskan industrinya pada bidang yang padat
yaitu sumber daya alam. Hal ini ditambah dengan adanya pemahaman bahwa
mengexploitasi sumber daya alam termasuk hutan adalah cara yang paling mudah
dan murah untuk mendapatkan devisa ekspor. Industrialisasi di Indonesia yang
belum mencapai taraf kematangan juga telah membuat tidak mungkin
ditinggalkannya industri padat seperti itu. Kemudian beban hutang luar negeri
yang berat juga telah ikut membuat Indonesia terpaksa mengexploitasi sumber
daya alamnya dengan berlebihan untuk dapat membayar hutang negara. Inilah yang
membuat ekspor non- migas Indonesia masih didominasi dan bertumpu pada
produk-produk yang padat seperti hasil-hasil sumber daya alam. Ekspor kayu,
bahan tambang dan eksplorasi hasil hutan lainnya terjadi dalam kerangka seperti
ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan ini sering dilakukan dengan cara yang
exploitative dan disertai oleh aktivitas-aktivitas illegal yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar atau kecil bahkan masyarakat yang akhirnya
memperparah dan mempercepat terjadinya kerusakan hutan
ii. Penegakan Hukum
yang Lemah
Menteri Kehutanan Republik Indonesia
M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah
turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum
barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja. Biasanya mereka hanya
orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka
sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling
bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab sering
belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki
jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat
pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk
menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan. Keadaan
ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik diantara
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat
diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.
iii. Mentalitas
Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya
sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan
dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun untuk
anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia sering menganggap
dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang lainnya. Pemikiran
antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia sebagai pusat. Bahkan posisi
seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk “menguasai”
hutan. Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka
keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi
untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang
daripada masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber
penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa
melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan
sebagai lahan pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan
perkebunan atau penambangan dengan alasan untuk pembangunan serta menampung
tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi semua itu
dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya
menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas
demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan
hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.
D. PENANGGULANGAN KERUSAKAN HUTAN
SECARA UMUM
Langkah
pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu kebijakan harus
segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus untuk menjaga agar
tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan pemulihan terhadap
kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan mengajak seluruh lapisan
masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun organisasi perlu secara
serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka penghijauan hutan kembali
sehingga pada 10 - 15 tahun ke depan kondisi hutan Indonesia dapat kembali
seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut harus lebih mengaktifkan
masyarakat lokal ( masyarakat yang berada di sekitar hutan ) untuk secara sadar
dan spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut.
Langkah
kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam penanganan kerusakan
hutan. Pemerintah mengikutsertakan peran serta masyarakat terutama peningkatan
pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa upaya pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan serta rekayasa kehutanan.
Langkah
ketiga adalah pencegahan dan peringanan.
Pencegahan di sini dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat
lokal akan penting menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam
menjaga kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak
hukum, POLRI yang dibantu oleh POL HUT dalam melaksanakan penyelidikan terhadap
para oknum pemerintahan daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk
memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan
penyidikan secara tuntas terhadap para cukong - cukong kayu yang merugikan
negara trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini
adalah pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan
tersebut di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi
masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang
tersebut sepanjang tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.
Langkah
terkahir adalah adanya kesiapsiagaan yang berlangsung selama 24 jam terhadap
penjagaan terhadap kelestarian hutan ini. Pemerintah harus melaksanakan
pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap segala hal
yang berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan melalui media
massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal dari masyarakat
sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara kontinyu dan terus - menerus
sehingga kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh oknum tertentu dapat
segera diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi akibat bencana/
disaster yang akan ditimbulkan kemudian.
E. PROGRAM DAN KEGIATAN DALAM RANGKA
PELESTARIAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS)
Penanggulangan kerusakan sumber daya
hutan perlu dilakukan secara hati-hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai.
Mengingat bahwa subjek dan objek penanggulangan ini terkait erat dengan
keberadaan masyarakat sekitar hutan, dimana mereka juga mempunyai
ketergantungan yang cukup tinggi terhadap ketersediaan sumberdaya di hutan,
maka penanggulangan kerusakan hutan berbasis masyarakat menjadi pilihan yang
bijaksana untuk diimplementasikan.
Penanggulangan kerusakan sumber daya
hutan berbasis masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan yang terjadi di
suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
di wilayah tersebut. Dalam hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk
dilibatkan atau bahkan mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat
sebuah perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya
dukung wilayah terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Pola perencanaan pengelolaan seperti
ini sering dikenal dengan sebutan participatory management planning, dimana
pola pendekatan perencanaan dari bawah yang disinkronkan dengan pola pendekatan
perencanaan dari atas menjadi sinergi diimplementasikan. Dalam hal ini
prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat menjadi hal krusial yang harus
dijadikan dasar implementasi sebuah pengelolaan berbasis masyarakat.
Langkah-langkah
yang harus diterapkan antara lain :
(1)
Persiapan
Dalam persiapan ini terdapat tiga
kegiatan kunci yang harus dilaksanakan, yaitu (i) sosialisasi rencana kegiatan
dengan masyarakat dan kelembagaan lokal yang ada, (ii) pemilihan/pengangkatan
motivator (key person) desa, dan (iii) penguatan kelompok kerja yang telah
ada/pembentukan kelompok kerja baru.
(2)
Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan upaya
penanggulangan kerusakan sumber daya hutan ini terdapat tujuh ciri perencanaan
yang dinilai akan efektif, yaitu (i) proses perencanaannya berasal dari dalam
dan bukan dimulai dari luar, (ii) merupakan perencanaan partisipatif, termasuk
keikutsertaan masyarakat lokal, (iii) berorientasi pada tindakan (aksi)
berdasarkan tingkat kesiapannya, (iv) memiliki tujuan dan luaran yang jelas,
(v) memiliki kerangka kerja yang fleksibel bagi pengambalian keputusan, (vi)
bersifat terpadu, dan (vii) meliputi proses-proses untuk pemantauan dan
evaluasi.
(3)
Persiapan Sosial
Untuk mendapatkan dukungan dan
partisipasi masyarakat secara penuh, maka masyarakat harus dipersiapkan secara
sosial agar dapat (i) mengutarakan aspirasi serta pengetahuan tradisional dan
kearifannya dalam menangani isu-isu lokal yang merupakan aturan-aturan yang
harus dipatuhi, (ii) mengetahui keuntungan dan kerugian yang akan didapat dari
setiap pilihan intervensi yang diusulkan yang dianggap dapat berfungsi sebagai
jalan keluar untuk menanggulangi persoalan lingkungan yang dihadapi, dan (iii)
berperanserta dalam perencanaan dan pengimplementasian rencana tersebut.
(4)
Penyadaran Masyarakat
Dalam rangka menyadarkan masyarakat
terdapat tiga kunci penyadaran, yaitu (i) penyadaran tentang nilai-nilai
ekologis sumber daya hutan serta manfaat penanggulangan kerusakan lingkungan
hutan, (ii) penyadaran tentang konservasi, dan (iii) penyadaran tentang
keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dapat
dilaksanakan secara arif dan bijaksan
(5)
Analisis Kebutuhan
Untuk melakukan analisis kebutuhan
terdapat tujuh langkah pelaksanaannya, yaitu: (i) PRA dengan melibatkan
masyarakat lokal, (ii) identifikasi situasi yang dihadapi di lokasi kegiatan,
(iii) analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, (iv) identifikasi
masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut, (v) identifikasi pemanfaatan
kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan di masa depan, (vi) identifikasi
kendala-kendala yang dapat menghalangi implementasi yang efektif dari
rencana-rencana tersebut, dan (vii) identifikasi strategi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan kegitan.
(6)
Pelatihan Keterampilan Dasar
Pelatihan keterampilan dasar perlu
dilakukan untuk efektivitas upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, yaitu
(i) pelatihan mengenai perencanaan upaya penanggulangan kerusakan, (ii)
keterampilan tentang dasar-dasar manajemen organisasi, (iii) peranserta
masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan, (iv) pelatihan dasar tentang
pengamatan sumberdaya, (v) pelatihan pemantauan kondisi sosial ekonomi dan
ekologi, dan (vi) orientasi mengenai pengawasan dan pelaksanaan
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kerusakan
lingkungan dan pelestarian sumberdaya.
(7)
Penyusunan Rencana Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut secara
Terpadu dan Berkelanjutan
Terdapat lima langkah penyusunan
rencana penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut secara terpadu dan
berkelanjutan, yaitu: (i) mengkaji permasalahan, strategi dan kendala yang akan
dihadapi dalam pelaksanaan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii)
menentukan sasaran dan tujuan penyusunan rencana penanggulangan, (iii) membantu
pelaksanaan pemetaan oleh masyarakat, (iv) mengidentifikasi aktivitas penyebab
kerusakan lingkungan, dan (v) melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan
serta dalam pemantauan pelaksanaan rencana tersebut.
(8)
Pengembangan Fasilitas Sosial
Terdapat dua kegiatan pokok dalam
pengembangan fasilitas sosial ini, yaitu: (i) melakukan perkiraan atau analisis
tentang kebutuhan prasarana yang dibutuhkan dalam upaya penanggulangan
kerusakan lingkungan, penyusunan rencana penanggulangan dan pelaksanaan
penanggulangan berbasis masyarakat, serta (ii) meningkatkan kemampuan
(keterampilan) lembaga-lembaga desa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
langkah-langkah penyelamatan dan penanggulangan kerusakan lingkungan dan
pembangunan prasarana.
(9)
Pendanaan
Pendanaan merupakan bagian
terpenting dalam proses implementasi upaya penanggulangan kerusakan lingkungan.
Oleh karena itu, peran pemerintah selaku penyedia pelayanan diharapkan dapat
memberikan alternatif pembiayaan sebagai dana awal perencanaan dan implementasi
upaya penanggulangan. Namun demikian, modal terpenting dalam upaya ini adanya
kesadaran masyarakat untuk melanjutkan upaya penanggulangan dengan dana swadaya
masyarakat setempat.
Kesembilan
proses implementasi upaya penanggulangan pencemaran laut tersebut di atas tidak
bersifat absolut, tetapi dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah,
sumberdaya dan masyarakat setempat, terlebih bilamana di wilayah tersebut telah
terdapat kelembagaan lokal yang memberikan peran positif bagi pengelolaan
sumberdaya dan pembangunan ekonomi masyarakat sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan
kerusakan hutan Indonesia, kita akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang
selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu, hutan Indonesia
selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia. Hutan
merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta menjadi tempat
hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan di
Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan.
Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin
tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat miskin di
Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.
B. SARAN
Peranan
pemerintah untuk menjaga keletarian dan pemanfaatan hutan dengan baik sangat
penting. Pemerintah memiliki tanggung jawab atas pengelolaan dan kelestarian
hutan Indonesia. Pemerintah harus memiliki:
a. Keahlian, kemampuan dan
keterampilan teknis kerja yang bagus untuk bisa mengelola hutan Indonesia
secara tepat dan benar
b. Mempunyai sikap mental yang
positif terhadap kelestarian hutan, bukan untuk kepentingan pribadi atau
golongan
c. Berdisiplin yang tinggi dan memiliki
dedikasi yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan kepadanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar