BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan hidup sebagai media hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai
macam proses ekologi yang merupakan suatu kesatuan. Lingkungan hidup juga
mempunyai fungsi sebagai penyangga perikehidupan yang sangat penting, oleh
karena itu pengelolaan dan pengembangannya diarahkan untuk mempertahankan
keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui berbagai usaha
perlindungan dan rehabilitasi serta usaha pemeliharaan keseimbangan antara
unsur-unsur secara terus menerus.
Manusia dan alam lingkungannya tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena berhubungan dan saling mengadakan
interaksi. Dengan adanya interaksi dan hubungan tersebut sehingga akan
membentuk suatu yang harmonis. Dalam rangkaian kesatuan itu semua unsur
menjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil sehingga terwujud komposisi
lingkungan hidup yang serasi dan seimbang. Diantara unsur-unsur tersebut di
bawah ini yaitu : hewan, manusia dan tumbuh-tumbuhan atau benda mati saling
mempengaruhi yang akan terbentuk dalam berbagai macam bentuk dan sifat serta
reaksi suatu golongan atas pengaruh dari lainnya yang berbeda-beda.
Pembangunan dan pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat tentu akan berkembang pula kebutuhan hidup baik lahiriah
maupun batiniah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengadakan
pembangunan di segala bidang. Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka
dalam pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi simultan. Dengan adanya
pelaksanaan pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena
pembangunan ini maka akan berpengaruh terhadap lingkungan, karena pembangunan
berarti perubahan dan pertumbuhan yang berangsur-angsur atau secara cepat
merubah rona, sifat dan keadaan lingkungan hidup, agar menjadi lebih baik dan
sehat.
Pembangunan yang dilakukan selama ini,
selain bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat, dalam kenyataannya
juga menimbulkan dampak yang positif maupun negatif. Hal ini berarti selain
membawa manfaat bagi umat manusia, pembangunan juga menimbulkan risiko bagi
lingkungan.
Demikian halnya pembangunan di sektor
industri. Dalam usaha untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan,
pemerintah semakin mendorong lahirnya industri. Sehingga perkembangan industri
mempunyai peran yang cukup luas dan kompleks dalam pembangunan. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan di bidang
perindustrian sehingga dapat mencegah timbulnya dampak negatif sebagai akibat
dari perkembangan industri dan teknologi.
Akan tetapi tidak dapat dihindari lagi
bahwa pembangunan industry tersebut menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
yang cukup meresahkan, yaitu pencemaran yang berupa :
1.
Pencemaran Udara
2.
Pencemaran Air
3.
Pencemaran Tanah
4.
Kebisingan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Masalah
Pembangunan pengeboran gas bumi di
Desa Talikuran Kec. Tompaso yang dimulai pada tahun 2000 dan mulai beroperasi
sekitar tahun 2005 telah meresahkan penduduk. Masyarakat desa mulai terganggu
untuk kenyamanan dalam kehidupannya terutama masalah lingkungan hidup seperti
udara berbau, pencemaran air, dan kebisingan suara dari mesin. Dengan gangguan
tersebut pada akhirnya timbulah permasalahan, yang akhirnya menjadi sengketa
antara Pertamina dengan Desa Talikuran Kec. Tompaso.
Persoalan Lingkungan Hidup muncul
bukan saja karena peningkatan kesadaran hukum pasa masyarakat, tetapi juga
karena penyimpangan yang dilakukan oleh Pertamina. Permasalahan pokok dalam
studi kasus ini adalah Alternatif Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Oleh sebab
itu akan membawa konsekuensi pada pendekatan Yuridis Normatif dengan Studi
Kasus Penyelesaian Sengketa Lingkungan antara Pertamina dengan Masyarakat Desa
Talikuran Kec. Tompaso, yang dilaksanakan dengan menggunakan Alternatif
Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah di atas, dapat diajukan pokok-pokok perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
pelaksanaan Alternative Dispute Rasolution dalam penyelesaian sengketa
lingkungan antara Pertamina dengan masyarakat desa Talikuran kec. Tompaso
2. Hambatan
apa yang dihadapi mediator dalam hal ini birokrat pemerintah dalam melakukan
mediasi
C. Pemecahan Masalah
1.Sistematika
Pengaduan
Menurut pedoman pengelolaan pengaduan
kasus pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 19 Tahun 2004, setiap orang yang
mengetahui, menduga dan atau menderita kerugian akibat terjadinya pencemaran
dan atau perusakan lingkungan hidup dapat menyampaikan pengaduannya secara
tertulis atau lisan kepada:
a. Kepala desa, Lurah atau
Camat setempat;
b. Bupati/ Walikota atau Kepala Instansi Pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota, bagi pengaduan
kasus pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang lokasi dan atau
dampaknya berada di suatu Kabupaten/ Kota;
c. Gubernur atau Kepala Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab
di bidang pengelolaan lingkungan hidup propinsi, bagi pengaduan kasus pencemaran
dan atau perusakan lingkungan hidup yang lokasi dan atau dampaknya lintas
Kabupaten/Kota; dan atau
d. Menteri Lingkungan Hidup, bagi pengaduan kasus pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup yang lokasi dan atau dampaknya lintas batas propinsi dan atau
lintas batas Negara
Selanjutnya laporan atau pengaduan
tersebut apabila diajukan kepada kepala desa, lurah atau camat wajib diteruskan
kepada Bupati atau Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan
lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/ Kota. Apabila laporan tersebut diajukan
kepada pejabat yang tercantum dalam huruf b, c, dan d maka laporan tersebut
harus segera ditindaklanjuti dalam batas waktu yang telah ditentukan untuk
kemudian diadakan verifikasi terkait dengan pengaduan pencemaran atau perusakan
lingkungan tersebut oleh instansi yang berwenang dalam lingkungan hidup.
Pengaturan ini memungkinkan masyarakat yang tinggal di suatu daerah yang belum
memiliki Badan Pengendalian/ Pengelolaan Lingkungan Hidup atau instansi yang
secara khusus menangani bidang pengendalian atau pengelolaan lingkungan hidup,
tetap dapat melakukan pengaduan atas dugaan terjadinya kasus pencemaran atau perusakan
lingkungan. Sehingga akses untuk memperoleh penegakan hukum bagi masyarakat
untuk memperoleh hak-haknya dalam lingkungan yang baik dan sehat tetap
terpenuhi.
2.Proses Mediasi
Proses fasilitasi yang berlangsung
antara warga Desa Talikuran Pertamina merupakan sebuah proses mediasi, karena
apabila mengacu pada unsur-unsur yang terdapat dalam suatu mediasi, yaitu:
a.
Sebuah
proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
b.
Adanya
pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai mediator (penengah)
terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan
itu.
c.
Mediator
tersebut bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian
atas masalah-masalah sengketa.
d.
Mediator
tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan-keputusan selama proses
perundingan berlangsung.
e.
Mempunyai
tujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa
D. Diskusi dan Analisa
1. Alternatif
Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution)
Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor
30/1999 dirumuskan bahwa “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yaitu penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dijelaskan dibawah ini :
a.Negosiasi
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai
negosiasi. Pada prinsipnya pengertian negosiasi adalah suatu proses dalam mana
dua pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan umum melalui
kompromi dan saling memberikan kelonggaran. Melalui Negosiasi para pihak yang
bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan
kewajiban para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling menguntungkan
(win-win solution) dengan memberikan atau melepaskan kelonggaran atas hak-hak
tertentu berdasarkan asas timbal balik.
Didalam mekanisme negosiasi
penyelesaian sengketa harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan
diantara para pihak yang bersengketa tanpa melibatkan orang ketiga sebagai
penengah, untuk menyelesaikan sengketa.
Persetujuan atau kesepakatan yang
telah dicapai tersebut dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh
para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan tertulis tersebut
bersifat final dan mengikat para pihak dan wajib didaftarkan di pengadilan
negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal dicapainya
kesepakatan.
b.Mediasi
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Menurut Black’s Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan.
c.Konsiliasi
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Menurut Black’s Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan.
c.Konsiliasi
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai
konsiliasi. Menurut John Wade dari bond University Dispute Resolution Center,
Australia “konsiliasi adalah suatu proses dalam mana para pihak dalam suatu
konflik, dengan bantuan seorang pihak ketiga netral (konsiliator),
mengindentifikasikan masalah, menciptakan pilihan-pilihan, mempertimbangkan
pilihan penyelesaian).”
Konsiliator dapat menyarankan
syarat-syarat penyelesaian dan mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan.
Berbeda dengan negosiasi dan mediasi, dalam proses konsiliasi konsiliator
mempunyai peran luas. Ia dapat memberikan saran berkaitan dengan materi
sengketa, maupun terhadap hasil perundingan. Dalam menjalankan peran ini konsiliator
dituntut untuk berperan aktif.
d.Penilaian Ahli
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai
penilaian ahli, menurut Hillary Astor dalam bukunya Dispute Resolution in
Australia “penilaian ahli adalah suatu proses yanh menghasilkan suatu pendapat
objektif, independen dan tidak memihak atas fakta-fakta atau isu-isu yang
dipersengketakan oleh seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak yang
bersengketa.”
Di dalam melakkukan proses ini dibutuhkan persetujuan
dari para pihak untuk memberikan dan mempresentasikan fakta dan pendapat dari
para pihak kepada ahli. Ahli tersebut kemudian akan melakukan penyelidikan dan
pencarian fakta guna mendapatkan informasi lebih lanjut dari para pihak dan
akan membuat keputusan sebagai ahli bukan arbiter.
2.Analisa Penegakan Hukum
Lingkungan Hidup
Penegakan
hukum lingkungan yang dilakukan lembaga formal, seperti pengadilan dan pemerintah
selama ini belum bergesar dari pendekaatan positivis formal dan prosedural.
Aparat penegak hukum dalam merespon dan menyelesaikan berbagai persoalan
lingkungan menunjukan sikap yang formalis, deterministik, dan memberi peluang
terjadinya perilaku eksploitatif di kalangan pelaku usaha (investor). Instrumen
hukum yang dipakai hanya berorientasi prosedur dan tidak dapat diandalkan
sebagai pilar utama untuk mengatasi problem lingkungan, sementara pencemaran
lingkungan dalam proses waktu semakin sulit untuk dapat dikendalikan.
Karena itu, pendekatan seperti itu kiranya perlu
segera diakhiri, diganti dengan semangat pendekatan hukum progresif yang
dimulai dari kesadaran yang tumbuh dari semua kalangan yang mempunyai
kepedulian terhadap lingkungan untuk memahami bahwa persoalan lingkungan sudah
mencapai tarap yang mengkhawatirkan. Karena itu, perlu ada terapi kejut (shock
therapy) yang segera digulirkan dalam berbagai upaya dan langkah dalam rangka
memberikan dorongan yang lebih kuat lagi. Untuk mengatasinya perlu dilakukan
gerakan penyadaran secara progresif dengan melibatkan pertisipasi masyarakat,
aparat pemerintah dan penegak hukum.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Untuk
melihat efektif tidaknya sebuah peraturan/hukum atau perundang-undangan dapat
dilihat melalui komponen pendukung Penegakkan Hukum (Enforcement of Law)
yaitu :
a. Hukum atau aturan itu sendiri;
b.
Petugas yang menegakkan;
c.
Fasislitas yang mendukung pelaksanaan penegakan hukum;
d.
Kesadaran warga masyarakat.
2. Hubungan antara lembaga
peradilan dengan lembaga arbitrase jelas saling keterkaitan dan saling
mendukung satu sama lain. Bagi dunia peradilan, kehadiran arbitrase, mediasi
atau cara-cara lain penyelesaian sengketa di luar proses peradilan adalah
merupakan komponen penting dalam penegakkan hukum sedangkan bagi Lembaga
Arbitrase eksistensi Badan Peradilan merupakan lembaga yang memberikan
legalitas atas putusannya --- jelasnya putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan
hukum eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dar
pengadilan
B.Saran-saran
1. Dalam
masalah efektivitas pelaksanaan sebuah hukum, diusahakan tidak hanya terpaku
pada empat faktor pendukung sistem Penegakkan Hukum saja, dijaman modern ini
kata efektivitas tersebut senantiasa dikaitkan pula dengan masalah pelayanan
secara keseluruhan --- integral --- baik dari tataran adminisi umum hingga
administrasi yuridisnya. Terlebih masalah Service Exelencce (Managemen
Pelayana Prima) di dunia maju seperti halnya Amerika, merupakan satu daya tawar
mutlak bagi lembaga atau institusi publik.
2. Untuk mendatang mengenai
hubungan tersebut diciptakan secara profesional mungkin --- indikator
profesionalisme dalam segala hal adalah masalah inependensi.
tes
BalasHapusckckckck
BalasHapus